Cerita lucah teruk
Pada suatu pagi telefon di bilikku berbunyi, dengan malas aku paksakan
diri untuk mengangkatnya. Ternyata telefon itu dari Pak Alang, tukang
kebun dan penjaga Rumah Rehat kami. Dia menyuruh aku supaya segera
datang ke Rumah Rehat, katanya ada masalah yang harus dibincang di sana.
Sebelum sempat aku tanya lebih lanjut hubungan telefon terputus. Hatiku
mulai tidak tenang saat itu, apakah masalahnya, apakah kecurian,
kebakaran atau apa. Aku juga tidak tahu nak bertanya pada siapa lagi
waktu itu keranakedua orang tuaku berada di luar negara. Aku segera
bersiap untuk kesana. Tidak lupa aku ajak sama Rina, sahabatku yang
sering pergi bersamaku kesana. Sesampainya di sana, kami disambut oleh
Pak Alang, seorang lelaki setengah baya berumur 60-an, rambutnya sudah
memutih, namun perawakannya masih sehat dan gagah. Dia adalah penduduk
orang asli yang tinggal dekat Rumah Rehat ini. Sudah 4 tahun sejak
ayahku membeli Rumah Rehat ini Pak Alang diupah untuk menjaganya. Kami
sekeluarga percaya padanya kerana selama ini belum pernah Rumah Rehatku
ada masalah.
Pak Alang mengajak kami masuk ke dalam dulu. Di
ruang tamu sudah menunggu seorang lelaki lain. Pak Alang
memperkenalkannya pada kami. Orang ini bernama Pak Abu, berusia 50-an,
tubuhnya agak gemuk pendek, dia adalah teman Pak Alang yang juga
merupakan seorang penduduk orang asli disitu. Tanpa membuang waktu lagi
aku terus bertanya mengenai masalah apa sebenarnya aku disuruh datang.
Pak Alang mengeluarkan sebuah bungkusan yang dalamnya berisi foto, dia
mengatakan bahawa masalah inilah yang hendak dibincangkan dengan aku.
Lalu aku dan Rina melihat foto yang ditunjukkan. Betapa terkejutnya kami
bak disambar petir di siang hari, bagaimana tidak, ternyata foto-foto
itu adalah foto erotis kami yang diabadikan ketika cuti tahun lalu, ada
foto bogelku, foto bogel Rina, dan juga foto persetubuhan kami dengan
boy friend masing-masing.
"Pak Alang, dapat dari mana barang
ini..?" tanyaku dengan tegang. "Hhmm.. begini Cik Ana, waktu itu saya
sedang membersih bilik, saya terjumpa filem negatif Cik Ana bersama Cik
Rina sedang berasmara, lalu saya bawa untuk dicuci." jawabnya sambil
sedikit tertawa.
"Pak Alang sangat kurang ajar, Pak Alang
digaji untuk menjaga tempat ini, bukannya mengusik barang saya..!"
kataku dengan marah dan menudingnya. Aku sangat menyesal kerana lalai
membiarkan negatif itu tertinggal di Rumah Rehat, bahkan aku ingat
negatif itu sudah dibawa oleh boy friendku atau boy friend Rina. Wajah
Rina juga ketika itu juga nampak resah dan marah.
"Wah.. wah..
jangan marah Cik, saya tidak sengaja, Cik sendiri yang lalai kan?"
mereka berdua tertawa memandangi kami. "Baik, kalau begitu serahkan
negatifnya, dan kamu boleh pergi dari sini." kataku dengan marah.
"OKlah Pak Alang, kami bayar berapapun asal kamu kembalikan negatifnya."
tambah Rina memohon. "Oo.. tidak, kita ini bukan peras ugut, kita cuma
minta.." Pak Abu tidak meneruskan perkataannya.
"Sudahlah Pak
Alang, cakap saja apa yang kamu endak..!" bentak Rina. Perasan aneh
mulai menjalari tubuhku disertai peluh dingin membasahi dahiku kerana
mereka mengamati tubuh kami dengan tatapan liar. Kemudian Pak Alang
mendekatiku membuat degup jantungku makin kencang.
Beberapa inci
di depanku tangannya bergerak mengenggam tetekku. "Hei.. kurang ajar,
jangan keterlaluan ya..!" bentakku sambil menepis tangannya dan
menolaknya. "Bangsat.. berani sekali kamu, tak sedar diri hah..? Dasar
orang kampung..!" Rina mengherdik dengan marah dan melemparkan foto itu
ke arah Pak Alang.
"Hehehe.. cuba Cik berdua bayangkan,
bagaimana kalau foto-foto itu diterima orangtua,atau teman-teman di
kampus Cik? Wah silap-silap Cik berdua ini boleh jadi terkenal.!" kata
Pak Abu dan disusul gelak tawa Pak Abu. Aku terpegun sejenak, fikiranku
kalut, kurasa Rina pun merasakan hal yang sama denganku. Nampaknya
tiada
pilihan lain bagi kami selain mengikuti kehendak mereka. Kalau
foto-foto itu tersebar bagaimana reputasiku, keluargaku, apalagi Rina
yang bekerja sebagai model sambilan, kariernya boleh hangus gara-gara
masalah itu.
Pak Alang kembali mendekatiku dan meraba bahuku,
sementara itu Pak Abu mendekati Rina lalu mengelilinginya, mengamati
tubuh Rina. "Bagaimana Cik, apa sudah berubah fikiran..?" tanyanya
sambil membelai rambutku yang separas bahu. Kufikir-fikir untuk apa lagi
jual mahal, kami pun sudah bukan perawan lagi, hanya kami belum pernah
bermain dengan orang-orang yang tegap dan kasar seperti mereka. Akhirnya
dengan berat hati aku hanya dapat menganggukkan kepala saja.
"Ha..
ha.. ha.. akhirnya boleh juga orang kampung seperti kita merasakan
gadis kampus, ada foto model lagi..!" mereka tertawa penuh keghairahan.
Aku hanya dapat menyumpah didalam hati, "Bangsat, dasar tua-tua
keladi..!" Pak Alang memelukku dan tangannya meramas-ramas tetekku dari
luar, lidahnya bermain dengan liar di dalam
mulutku. Bibirnya yang
hitam lebam menggigit-gigit bibir nipisku yang lembut. Perasaan geli,
jijik dan nikmat bercampur aduk dengan berahiku yang mulai timbul.
Tangannya kini semakin berani menyusup ke bawah baju ketat lengan
panjang yang aku pakai, terus bergerak menyusup ke dalam coliku. Degup
jantungku bertambah
kencang dan nafasku semakin sesak ketika
kurasakan tangan kasarnya mula merayap didadaku, apalagi jari-jarinya
turut mempermainkan putingku. Tanpa ku sedari lidahku mulai aktif
membalas permainan lidahnya, air liur kami bercantum lalu menitis di
pinggir bibir.
Nasib Rina tidak jauh beza denganku, Pak Abu
mendakapnya dari belakang lalu tangannya mulai meramas tetek Rina dan
tangan satunya lagi menaikkan skirt paras lututnya sambil meraba-raba
peha Rina yang jinjang dan mulus. Satu-persatu kancing baju Rina
dilucutkan sehingga nampaklah colinya yang berwarna merah muda, belahan
dadanya, dan perutnya yang rata. Melihat tetek 36B Rina yang membusut
itu Pak Abu makin bernafsu, dengan kasar coli itu ditariknya turun maka
tersembul tetek Rina yang montok dengan puting kemerahan.
"Whuua..
ternyata lebih cantik dari foto" katanya. Pak Abu menghempaskan diri ke
sofa, dikangkangnya lebar-lebar kedua belah kaki Rina yg berada di
pangkuannya. Tangannya yang kasar mula bergerak ke kelangkangnya,
jari-jari besarnya menyelinap ke dalam panties Rina. Wajah Rina
menunjukkan rasa pasrah tidak berdaya menolak perlakuan seperti itu,
matanya pejam dan mulutnya mengeluarkan desahan. "Eeemhh..
uuhh.. jangan Pak Abu, tolong hentikan.. eemhh..!"
Kemudian
Pak Abu mengangkat tubuh Rina, mereka menghilangkan diri kedalam bilik
meninggalkan kami berdua di ruang tamu. Setelah menaikkan baju dan
coliku, kini tangan Pak Alang membuka zip seluar panjangku. Dia
merapatkan tubuhku pada tembok.
Aku memejamkan mata berusaha
menikmati perasaan itu, aku bayangkan yang sedang menikmati tubuhku ini
adalah boy friendku, Farid. Si-tua bangka ini ternyata pandai
membangkitkan nafsuku. Jilatan lidahnya pada putingku menyebabkan benda
itu semakin mengeras. Kemudian kurasakan tangannya mulai menyelinap
masuk ke dalam pantiesku, diusap-usapnya permukaan kemaluanku yang
ditumbuhi bulu-bulu halus itu.
"Sshh.. eemhh..!" aku mulai
meracau tidak keruan ketika jari-jari kasarnya memasuki vaginaku dan
memainkan klitorisku, sementara itu mulutnya tidak henti-hentinya
menghisap tetekku, aku mula merasai nikmat oleh permainannya. "Hehehe..
Cik mulai terangsang ya?" ejeknya dekat telingaku. Tiba-tiba dia
menghentikan aktivitinya dan dengan kasar ditolaknya tubuhku hingga
terjatuh di sofa. Sambil berjalan mendekat dia menanggalkan pakaiannya
satu persatu. Setelah dia membuka seluar dalamnya ternampak olehku
kemaluannya yang sudah menegang dari tadi. Gila, ternyata penisnya
besar, lebih besar dari boy friendku punya dan dihiasi bulu-bulu yang
tebal dan beruban. Kemudian dia menanggalkan seluar dan pantiesku yang
tinggal hanya baju lengan panjang dan coliku yang sudah terangkat.
Dikangkangnya kedua belah pehaku di
depan wajahnya. Tatapan matanya
sangat mengerikan ketika melihat mahkotaku, seolah-olah seperti monster
lapar yang siap untuk membaham mangsanya. Pak Alang membenamkan mukanya
pada kelangkangku, dengan penuh nafsu dia melahap dan menyedut-nyedut
vaginaku yang sudah basah itu, lidahnya dengan liar menjilati dinding
vagina dan klitorisku. Sesekali dia mengorek-ngorek lubang kemaluan dan
anusku. Perlakuannya
sungguh membuat diriku serasa terbang, tubuhku menggelinjang-gelinjang diiringi erangan nikmat.
Tidak
lama kemudian akhirnya kurasakan tubuhku mengejang, aku mencapai
orgasme pertamaku. Cairan wanitaku membasahi mulut dan jari-jari Pak
Alang. "Sluurrpp... sluurpp.. sshhrrpp.." demikian bunyinya ketika dia
menghisap sisa-sisa cairan wanitaku. Disuruhnya aku membersihkan
jari-jarinya yang berlumuran cairan itu dengan mengulumnya, maka dengan
terpaksa kubersihkan jari-jari kasar itu dengan mulutku.
"Cipap Cik
Ana sedap sekali,” puji Pak Alang sambil menyeringai. "Sekarang giliran
Cik Ana menghisap batang saya pula..!" katanya sambil melepas baju dan
coliku yang masih melekat. Sekarang sudah tidak ada apapun yang tinggal
di tubuhku selain kalung dan cincin yang kukenakan. Dia menaikkan mukaku
lalu menyuapkan batangnya padaku.
Tiba-tiba telefon berbunyi memecah
suasana. "Angkat telefonnya Cik, ingat saya tahu rahsia Cik, jadi
jangan cakap macam-macam," ancamnya.
Telefon itu ternyata dari
Farid, boy friendku yang mengetahui aku sedang di Rumah Rehat dari
pembantu di rumahku. Dengan alasan yang dibuat-buat aku menjawab
pertanyaannya dan mengatakan aku di sini baik-baik saja. Ketika aku
sedang bercakap mendadak kurasakan sepasang tangan mendekapiku dari
belakang dan dekat telingaku kurasakan dengusan nafas. Tangan itu mulai
nakal meraba tetekku dan tangan satunya lagi pelan-pelan menjalar turun
menuju kemaluanku, sementara pada leherku terasa ada benda hangat dan
basah, ternyata Pak Alang sedang menjilat leherku. Penisnya yang tegang
saling berhimpit dengan pantatku. Aku sebenarnya mau memberontak tapi
aku takut boy friendku tahu. Aku hanya dapat menggigit bibir dan
memejamkan mata, berusaha keras agar tidak mengeluarkan suara-suara
aneh.Malang bagiku, Farid mengajakku berbual panjang lebar sehingga
membuatku semakin menderita dengan siksaan ini. Sekarang Pak Alang
menyusu dariku, tidak henti-hentinya dia mengulum,
menggigit dan
menghisap putingku sampai kemerahan. Akhirnya setelah 15 minit Farid
menutup bualan, saat itu Pak Alang tengah menyusu sambil mengorek-ngorek
kemaluanku, aku pun akhirnya dengan lega mengeluarkan erangan yang dari
tadi tertahan. "Aahhh, sopanlah sikittt.! Bukankah tadi saya sedang
berbual ditelefon...!" marahku sambil melepas pelukkannya.
"Ohhh..
maaf Cik, saya kan orang kampung jadi kurang tau sopan santun, eh.. itu
tadi boy friend Cik ya? Senang saja, lepas merasa batang saya pasti Cik
lupa boy friend Cik..!" ejeknya dan dia kembali memeluk tubuhku.
Disuruhnya aku duduk di sofa dan dia berdiri di hadapanku, batangnya
diarahkan ke mulutku. Penis coklat kehitaman penuh urat yang besar dan
tegang. Berbeza dengan kepunyaan Farid yang sederhana dan tidak berurat.
Atas perintahnya ku kocok dan ku urut batang itu, pada awalnya aku
hampir muntah mencium batangnya yang agak berbau itu, namun dia menahan
kepalaku hingga aku tidak dapat melepaskannya.
"Hisap, hisap
yang kuat Cik, jangan cuma masukkan ke mulut..!" suruhnya sambiltolak
tarik batangnya didalam mulutku. Sayup-sayup aku dapat mendengar erangan
Rina dari dalam kamar yang pintunya sedikit terbuka itu. Lama kelamaan
aku sudah dapat menikmatinya, tangannya yang bergerak lincah
mempermainkan tetekku dan memutar-mutar putingnya membuatku semakin
bersemangat mengulum dan menjilati batangnya.
"Yaaa.. begitulah
Cik, aahhh..!" desahnya sambil menarik rambutku. Selama 15 minit aku
menghisapnya dan dia mengakhirinya dengan menarik kepalaku.Setelah itu
dibaringkannya tubuhku di sofa, dia lalu membuka lebar-lebar kedua
pehaku dan berlutut di antaranya. Aku memejamkan mata sambil menanti
detik ketika batangnya
menerobos mahkotaku. Rupanya orang asli ini
masih sabar. Dibelainya cipapku dengan tangan kasarnya, klitorisku
dipicit-picit, bibir cipapku yang telah basah diusap-usap. Aku geli
bercampur nikmat. Tidak habis disitu, lidahnya kemudian menjilat
klitoris dan bibir vaginaku dengan rakus. Lidah kasar orang asli itu
membuat aku terbuai kelazatan.
Dalam hati aku terfikir, apakah Pak Alang melakukan hal yang sama kepada isterinya.
Akhirnya
Pak Alang tak tahan lagi menahan nafsunya. Diacunya kepala penisnya ke
muara vaginaku. Ditekannya perlahan dan kepala penisnya meluncur masuk
sampai menyentuh rahimku. Aku mengerang setiap kali dia menyodokkan
penisnya. Gesekan demi gesekan, sodokan demi sodokan sungguh membuatku
ghairah dan semakin menikmati perkosaan ini, aku tidak perduli lagi
orang ini sesungguhnya adalah orang asli pembantu yang menjaga Rumah
Rehatku.Sambil menyetubuhiku bibirnya tidak henti-hentinya mengerjakan
bibir dan tetekku, tangannya pun sentiasa meramas tetek dan pantatku.
Erangan panjang keluar dari mulutku ketika mencapai klimaks, sekujur
tubuhku mengejang beberapa saat sebelum lemas semula. Peluh bercucuran
membasahi
tubuhku sehingga kelihatan berkilat. Tanpa memberiku kesempatan berehat
dia menaikkan tubuhku ke pangkuannya. Aku hanya pasrah saja menerima
perlakuannya.
Setelah batangnya memasuki cipapku, aku mulai
menggerakkan tubuhku turun naik. Pak Alang menikmati goyanganku sambil
menghisap tetekku yang tepat di depan wajahnya, tetekku dikulum dan
digigit kecil dalam mulutnya seperti bayi sedang menyusu. Terkadang aku
melakukan gerakan memutar sehingga cipapku terasa seperti diadun. Aku
terus mempercepat goyanganku kerana merasa sudah hendak terkeluar, makin
lama
gerakanku makin liar dan eranganku pun makin tidak keruan
menahan nikmat yang luar biasa itu. Dan ketika klimaks sampai aku
menjerit histeria sambil mempererat pelukanku. Benar-benar dahsyat
nikmat yang kuperoleh walaupun bukan dengan lelaki muda dan tampan. Kali
ini dia membalikkan badanku hingga menungging.
Disetubuhinya
aku dari belakang, tangannya bergerak bebas meraba lekuk-lekuk tubuhku.
Harus ku akui sungguh hebat lelaki asli yang berumur ini, dapat bertahan
begitu lama dan membuatku orgasme berkali-kali, atau mungkin sebelumnya
dia sudah minum obat kuat, tongkat ali atau jamu sejenisnya, ah.. aku
tidak perduli hal itu,
yang penting dia telah memberiku kenikmatan luar biasa.
Sudah
lebih dari setengah jam dia mengerjakanku. Tidak lama setelah aku
mencapai klimaks berikutnya, dia mulai mengeluh panjang, sodokanya makin
kencang dan kedua tetekku diramasnya dengan ganas sehingga aku
berteriak merasa sakit bercampur nikmat. Setelah itu dia menarik keluar
batangnya dan naik ke dadaku.
Di sana dia menyepitkan batangnya
di celah kedua tetekku, lalu dikocoknya sampai air maninya memancut
dengan deras membasahi wajah dan dadaku. Aku sudah kehabisan tenaga,
kubiarkan saja air maninya bertaburan di tubuhku, bahkan ada yang
mengalir masuk ke mulutku. Sebagai 'hidangan penutup', Pak Alang
menempelkan penisnya pada bibirku dan menyuruhku membersihkannya.
Kujilati penis itu sampai bersih dan
kutelan sisa-sisa maninya. Penis yang mengeras mula mengecut dan memendek.
Selepas
itu dia meninggalkanku terbaring di sofa, selanjutnya aku tidak tahu
apa-apa lagi kerana sudah tidak sedarkan diri. Aku terlena puas di sofa.
Cerita lucah teruk melayu